Rabu, 29 Januari 2014

Bahan Tambahan Pangan yang Dilarang

Bahan tambahan makanan / bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan pada pengolahan pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan antara lain pewarna , pengawet, penyedap rasa dan aroma pengemulsi, anti oksidan, anti gumpal, pemucat atau pengental.

Bahan tambahan yang diizinkan untuk dipergunakan pada makanan dengan batas maksimum penggunaannya tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 722/Menkes/Per/IX/1988.

Dilarang menggunakan bahaan tambahan pangan apabila tujuannya untuk :

  1. Menyembunyikan bahan yang salah atau tidak memenuhi syarat.
  2. Mnyembunyikan cara kerja bertentangan dengan cara produksi yang baik utntuk makanan.
  3. Menyenbunyikan kerusakan makanan.


Bahan tambahan makanan yang dilarang digunakan dalam makanan sesuai Permenkes 722/Menkes/Per/IX/1988 dan diubah dengan Permenkes Nomor : 1168/Menkes/Per/XI/1999 adalah :

1. Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya
Penggunaan untuk solder, bahan pembersih, pengawet kayu, antiseptik kayu, pengontrol kecoa.
Efek negtif : Pemakaian sedikit dan lama akan terjadi kumulatip pada oktak, hati, lemak dan ginjal. Untuk pemekaian jumlah banyak mnyebabkan demam , anuria, merangsang SPP, depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan, koma bahkan kematian.

2. Asam Salisilt dan garamnya ( garam Lithium Salisilat, Silver Salisilat )
Kegunaan : Antiseptik ( Externally) dan Keratolitik ( topical).
Efek Negatif : Dalam jumlah banyak menyebabkan muntah muntah, kejang perut, sesak napas, acidosis, gangguan mental.

3. Formalin (Formaldehyde)
Penggunaan : Desinfektan, antiseptik, pemghilang bau, fiksasi jaringan, dan fumigan, juga dipakai pada industri tekstil dan kayu lapis.
Efek Negatif : Sakit perut, muntah muntah, depresi susunan syaraf. Dalam jumlah yang banyak dapat menyebakan kejang kejang, kencing darah, susah kencing, muntah darah , mati.

4. Kloramfenikol
Merupakan antibiotik spektrum luas.
Efek negatif : Membunuh flora usus.

5. Nitrofurazon
Merupakan anti mikroba
Efek negatif : membunuh flora usus.

6. Kalium Klorat ( KclO3)
Efek negatif : Iritasi kuat terhadap membran mukosa.

7. Diethylpyrocarbonat
Penggunaan : sebagai pengawet anggur, soft drink, fruit juices.
Efek negatif : iritasi membran mukosa.

8. Dulcin
Pada tikus menaikan kerusakan sel adenomas liver, papiloma, rongga ginjal dan kandung kemih, menyebakan pembentukan batu.
Pada manusia belum ada data, tetapi tidak layak digunakan sebagai pemanis.

9. Brominated vegetable oil
Biasanya digunakan pada minuman ringan.
Efek negatif : Menimbulkan reaksi alergi, Metabolisme ion Br yang perlahan menimbulkan akumulasi pada sel adiphose tulang dan lemak.

10. Kalium Bromat
Biasanya digunakan sebagai pemutih dan pematang tepung.
Efek Negatif : Menurut hasil penelitian penggunaan pada makanan minuman dapat membahyakan kesehatan karena bersifat karsinogenik. Dapat menyebabkan Muntah, mual, diare, dan kerusakan pada ginjal

“ANDA INGIN SEHAT SEBAIKNYA HINDARI MENGKONSUMSI MAKANAN YANG MENGANDUNG BAHAN BAHAN YANG DILARANG DIGUNAKAN DALAM MAKANAN”

Selasa, 28 Januari 2014

Haruskah Belajar Politik dari Jokowi?

Brand (nama produk). Para pakar periklanan pun meyakini bahwa keterkenalan seseorang bisa diracik dalam sebuah strategi komunikasi dan promosi hingga akhirnya layak "dibeli" (vote) oleh "pasar" (pencoblos). Sayangnya kita lupa bahwa tokoh politik itu TIDAK SAMA dengan barang belanjaan harian, yang ketika kita kecewa dengan produk yang sudah kita beli, kita bisa langsung stop pemakaian dan pindah ke brand lain. Tokoh politik? Salah coblos? ya pasrah aja buat menunggu lima tahun lagi. Sikap belanja yang bijak? I don't think so!

Tokoh politik - sejak itu, menjadi semacam komoditi dalam persaingan konsep promosi. Tidak heran jika akhirnya di hampir banyak kota maupun desa di Indonesia dihiasi banyak sekali baliho atau poster tokoh-tokoh yang minta dukungan kepada publik (mencari pembeli). Ketika itu pula lah akhirnya persepsi keterkenalan seorang politikus adalah dari kemampuan atau daya belanja iklannya, bukan dari pemikiran, kerja, atau karya nyatanya. Sayangnya sangat sedikit sekali para agensi politik yang menyarakan ketiga hal tadi pada kliennya. Ketiga hal tadi nampaknya cukup dilakukan secara seremonial saja, tidak intensif, yang penting bisa kirim press release ke media semoga bisa diulas. Jika ingin pasti diulas, ya kasih uang sekalian.

Bangsa kita saat ini adalah bangsa yang gemar menonton dan gemar ditonton. Media adalah sarana super penting dari kehidupan. Sampai urusan agama pun butuh konsep "tontonan" bukan "tuntunan". Menjadi seseorang dengan pamor adalah sebuah kebahagiaan tingkat dewa. Disapa dan dikenal banyak orang adalah sebuah adiksi tingkat tinggi. Resikonya? Anda tidak bisa lagi mengenakan pakaian yang sama tiap hari, atau anda akan dicemooh. Kebutuhan menjadi orang yang "terpandang" tentu tidak murah, akan ada banyak kebutuhan belanja. Baik dari belanja pakaian, makanan, atau sekedar kegiatan hore-hore. Semua ada biayanya dan semua ada harganya. Lalu apakah Jokowi juga melakukan "strategi" tersebut di atas? Ada yang tahu?

Harga Pertarungan Kursi Presiden

Jokowi kini berada dalam sebuah persimpangan yang sangat rumit dan menjebak. Kondisi ini menjadi tidak ideal karena memang tidak ada yang ideal dalam pertarungan politik. Memperebutkan kursi RI-1 itu bukan semacam arisan yang siapa pun pemenangnya kita semua bisa rela, iklas, dan sportif menerimanya.. tidak demikian. Memperebutkan kursi presiden adalah sebuah pertarungan yang mencekam, menakutkan, namun juga penuh harapan.

Indonesia kalau mau dibilang jujur, belum sepenuhnya dewasa dalam menyikapi pemilihan kursi presiden ini. Kenapa? karena tidak semua pemilih dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab memilih seorang kandidat. Beli suara, jual suara, bayar sana-sini, diakalin sana-sini, tidak sportif dan seterusnya. Masalah apa ini? menurut saya adalah masalah pendidikan politik. Politik, sejak 32 tahun ORBA akhirnya menjadi momok dan hinaan. Masyarakat sudah antipati dan tidak peduli dengan kinerja politik. Dunia politik akhirnya diisi dan dihinggapi banyak sekali kaum oportunis dan hipokrit di dalam partai-partai. Makin hancurlah dunia politik negeri ini.

Ketidak dewasaan masyarakat dalam melihat dunia politik pun menjadi acak-adul. Tidak fokus dan cenderung tidak jelas arah dan konteksnya. Kebencian dan ketidakpedulian masyarakat pada dunia politik seolah menjadi penyakit kronis lalu gelap mata, sampai masyarakat lupa bahwa dalam "penyakit" politik ada unsur penting yang tidak bisa dilupakan yaitu partai. Fungsi partai seakan-akan terlupakan oleh masyarakat. Kebobrokan sebuah partai atau anggota partai nyatanya yang dicap buruk adalah politiknya, nama partainya aman-aman saja. Apakah ini rekayasa opini yang diciptakan oleh partai-partai busuk? Saya tidak tahu..

Jokowi kini diyakini mampu menyelamatkan Indonesia dari kesemrawutan ini, benarkah? Bisa jadi iya bisa jadi tidak. Hanya saja saya mempunyai sebuah pandangan lain, bahwa Indonesia saat ini bukan sekedar butuh nahkoda perubahan, melainkan butuh motivator dan inisiator yang punya pengaruh kuat untuk mengajak pelaku-pelaku politik lain melakukan perubahan di dalam struktur pemerintahan negeri ini. Posisinya bisa di mana saja, tidak musti jadi presiden terlebih dahulu.

Kampanye dan Jualan Tokoh

Indonesia bukan butuh seorang pemimpin yang sekedar dianggap jujur, tidak korupsi, atau dekat dengan rakyat, melainkan pemimpin yang mau mendengar dan bekerja sigap demi rakyat, bukan partai! Pemimpin yang tidak ja'im atau cari aman, pemimpin yang rela berdiri dengan melepaskan semua atribut partai, suku, dan agamanya demi satu nama: Indonesia.

Bagi saya, membangun Indonesia sekarang adalah dengan cara membangun jaringan bawah yang kuat dan terpadu dari pemimpin-pemimpin daerah seluruh Indonesia. Sebuah jaringan yang menyentuh dan melibatkan langsung masyarakat seluruh Indonesia. Walikota, bupati, dan gurbernur musti sepakat dan sinkron melakukan semangat perubahan pro rakyat ini, bukan partai. Sistem itu sudah ada, lewat pilkada, kini tinggal kita sebagai masyarakat dan warga yang harus turun andil dan bersikap mendukungnya.

Saatnya semua pemimpin daerah yang canggih dan keren musti muncul, Jokowi dan Ahok sudah cukup layak dijadikan promotor perubahan ini. Bukan karena mereka berdua terkenal di media, melainkan karena mereka ada di Jakarta. Jakarta harus menjadi kota promotor perubahan ini. Sebuah lokomotif besar yang mampu menarik semua kota-kota di Indonesia untuk bergerak berubah. Kekuatan jaringan ini jelas akan mudah diikuti oleh banyak lembaga, organisasi, dan komunitas di tingkat masyarakat.

Jokowi dan Ahok terlihat sangat piawai memainkan duet-nya di Jakarta. Saya pikir itu sudah sebuah terobosan besar dalam sejarah Jakarta sejak Ali Sadikin. Kenapa musti dihentikan dengan memindahtugaskan Jokowi ke wilayah RI-1 ?

Seorang Jokowi dengan badan yang kurus, lurus, lugu, dan patuh, akan dengan mudah "digoyang" oleh lawan-lawannya yang tidak suka dengan perubahan Indonesia. Apa mau dilawan langsung? Come on.. this is politic, lupakan cara logis dan etika, mereka rela melakukan permainan-permainan kotor dan penuh biaya untuk menjatuhkan lawan-lawan politiknya. Termasuk untuk menjatuhkan Jokowi. Bagaimana? Misalnya dengan cara mengompori terus Jokowi dan PDIP agar tertarik mau masuk ke dalam "ring" pertarungan RI-1.

Kenapa jangan? Coba lihat siapa lawan-lawannya? Jangan dilihat dari elektabilitas atau kesukaan warganya, coba lihat lagi kekuatan partainya, kekuatan SDM pendukung di dalam partai, kekuatan dana, kekuatan strategi, kekuatan jaringan DPR dan pemimpin daerah, dan seterusnya. Saya sih tidak rela jika akhirnya Jokowi harus kandas dan tersungkur hanya karena jebakan Batman yang diciptakan partai-partai hipokrit tadi. Setelah itu.. apa yang bisa diharapkan dari Jokowi dan PDIP?

Jangan sampai kita terjebak dalam permainan besar ini. Permainan yang disiapkan oleh para pakar-pakar strategi politik tingkat tinggi. Saya lebih suka memilih untuk fokus membangun kota bersama Walikota, Bupati, dan Gubernur saja. Saya berharap dengan cara itu maka akan bermunculan tokoh-tokoh baru yang kokoh, kuat, dan punya pendirian atas nama bangsa. Yang siap bergandengan dan berkolaborasi membangun sebuah jaringan kuat ditingkat masyarakat untuk membangun Indonesia baru yang lebih baik. Indonesia masih butuh banyak sekali tokoh-tokoh muda perubahan, dan tokoh-tokoh tua yang terbuka pemikirannya. Memperbaiki Indonesia tidak musti menjadi presiden.. kita bisa ikut andil memperbaiki negeri ini lewat profesi dan kesibukan kita koq.. hayuk atuh! (Penulis : Motulz, sumber: kompasiana.com)

Bahan Aditif

Aditif makanan atau bahan tambahan makanan adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil, dengan tujuan untuk memperbaiki penampakan, cita rasa, tekstur, flavor dan memperpanjang daya simpan. Selain itu dapat meningkatkan nilai gizi seperti protein, mineral dan vitamin.[1] Penggunaan aditif makanan telah digunakan sejak zaman dahulu. Bahan aditif makanan ada dua, yaitu bahan aditif makanan alami dan buatan atau sintetis.

Bahan tambahan makanan adalah bahan yang bukan secara alamiah merupakan bagian dari bahan makanan, tetapi terdapat dalam bahan makanan tersebut karena perlakuan saat pengolahan, penyimpanan atau pengemasan. Agar makanan yang tersaji tersedia dalam bentuk yang lebih menarik, rasa enak, rupa dan konsistensinya baik serta awet maka sering dilakukan penambahan bahan tambahan makanan yang sering disebut zat aditif kimia (food aditiva). Adakalanya makanan yang tersedia tidak mempunyai bentuk yang menarik meskipun kandungan gizinya tinggi.

Bahan aditif makanan dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok tertentu tergantung kegunaanya, diantaranya:

Penguat rasa
Monosodium Glutamat (MSG) sering digunakan sebagai penguat rasa makanan buatan dan juga untuk melezatkan makanan. Adapun penguat rasa alami diantaranya adalah bunga cengkeh, pala, merica, cabai, laos, kunyit, ketumbar. Contoh penguat rasa buatan adalah monosodium glutamat/vetsin, asam cuka, benzaldehida, amil asetat.

Pemanis
Zat pemanis buatan biasanya digunakan untuk membantu mempertajam rasa manis. Beberapa jenis pemanis buatan yang digunakan adalah sakarin, siklamat, dulsin, sorbitol dan aspartam. Pemanis buatan ini juga dapat menurunkan risiko diabetes, namun siklamat merupakan zat yang bersifat karsinogen.

Pengawet
Bahan pengawet adalah zat kimia yang dapat menghambat kerusakan pada makanan, karena serangan bakteri, ragi, cendawan. Reaksi-reaksi kimia yang sering harus dikendalikan adalah reaksi oksidasi, pencoklatan (browning) dan reaksi enzimatis lainnya. Pengawetan makanan sangat menguntungkan produsen karena dapat menyimpan kelebihan bahan makanan yang ada dan dapat digunakan kembali saat musim paceklik tiba. Contoh bahan pengawet adalah natrium benzoat, natrium nitrat, asam sitrat, dan asam sorbat.

Pewarna
Warna dapat memperbaiki dan memberikan daya tarik pada makanan. Penggunaan pewarna dalam bahan makanan dimulai pada akhir tahun 1800, yaitu pewarna tambahan berasal dari alam seperti kunyit, daun pandan, angkak, daun suji, coklat, wortel, dan karamel. Zat warna sintetik ditemukan oleh William Henry Perkins tahun 1856, zat pewarna ini lebih stabil dan tersedia dari berbagai warna. Zat warna sintetis mulai digunakan sejak tahun 1956 dan saat ini ada kurang lebih 90% zat warna buatan digunakan untuk industri makanan. Salah satu contohnya adalah tartrazin, yaitu pewarna makanan buatan yang mempunyai banyak macam pilihan warna, diantaranya Tartrazin CI 19140. Selain tartrazin ada pula pewarna buatan, seperti sunsetyellow FCF (jingga), karmoisin (Merah), brilliant blue FCF (biru).

Pengental
Pengental yaitu bahan tambahan yang digunakan untuk menstabilkan, memekatkan atau mengentalkan makanan yang dicampurkan dengan air, sehingga membentuk kekentalan tertentu. Contoh pengental adalah pati, gelatin, dan gum (agar, alginat, karagenan).

Pengemulsi
Pengemulsi (emulsifier) adalah zat yang dapat mempertahankan dispersi lemak dalam air dan sebaliknya. Pada mayones bila tidak ada pengemulsi, maka lemak akan terpisah dari airnya. Contoh pengemulsi yaitu lesitin pada kuning telur, Gom arab dan gliserin.

Lain-lain
Selain itu terdapat pula macam-macam bahan tambahan makanan, seperti:
  • antioksidan, seperti butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluena (BHT), tokoferol (vitamin E),
  • pengikat logam,
  • pemutih, seperti hidrogen peroksida, oksida klor, benzoil peroksida, Natrium hipoklorit,
  • pengatur keasaman, seperti aluminium amonium sulfat, kalium sulfat, natrium sulfat, asam laktat,
  • zat gizi,
  • anti gumpal, seperti aluminium silikat, kalsium silikat, magnesium karbonat, magnesium oksida.


Efek samping
Bahan aditif juga bisa membuat penyakit jika tidak digunakan sesuai dosis, apalagi bahan aditif buatan atau sintetis. Penyakit yang biasa timbul dalam jangka waktu lama setelah menggunakan suatu bahan aditif adalah kanker, kerusakan ginjal, dan lain-lain. Maka dari itu pemerintah mengatur penggunaan bahan aditif makanan secara ketat dan juga melarang penggunaan bahan aditif makanan tertentu jika dapat menimbulkan masalah kesehatan yang berbahaya. Pemerintah juga melakukan berbagai penelitian guna menemukan bahan aditif makanan yang aman dan murah.

Undang-undang
Menurut undang-undang RI No 7 Tahun 1996 tentang Pangan, pada Bab II mengenai Keamanan Pangan, pasal 10 tentang Bahan Tambahan Pangan dicantumkan:
  • Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apa pun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan terlarang atau melampau ambang batas maksimal yang telah ditetapkan.
  • Pemerintah menetapkan lebih lanjut bahan yang dilarang dan atau dapat digunakan sebagai bahan tambahan pangan dalam kegiatan atau proses produksi pangan serta ambang batas maksimal sebagaimana dimaksud pada ayat 1.
Sumber: wikipedia.org

Bahan Pengawet pada Makanan dan Minuman

DALAM kehidupan yang serba praktis sekarang ini, kehadiran berbagai produk makanan dan minuman dalam kemasan menjadi pilihan banyak masyarakat. Padahal dalam proses produksinya, banyak yang tidak bisa lepas dari pemakaian bahan pengawet agar produknya itu tahan lama. Tanpa sadar pula, lama-kelamaan bahan pengawet ini akan menumpuk di dalam tubuh.

Bahan pengawet pada makanan dan minuman berfungsi menekan pertumbuhan mikro organisme yang merugikan, menghindarkan oksidasi makanan sekaligus menjaga nutrisi makanan. Ada beberapa bahan pengawet yang memang diperbolehkan untuk makanan dan minuman yang diperkenankan badan dunia. Hal ini ditetapkan dalam Kepmenkes (Keputusan Menteri Kesehatan). Tentunya Menteri Kesehatan membuat suatu keputusan bukan begitu saja. Sebab, di dunia ada komite yang terdiri atas pakar dari WHO, FAO dan perwakilan dari 185 negara yang menetapkan bahan-bahan tambahan apa yang boleh ditambahkan dalam makanan dan minuman dalam jumlah yang telah ditentukan. Termasuk pemanis, pengawet, pengempal, dan sebagainya.

Pengawet yang digunakan pada minuman ringan yang banyak diberitakan (natrium benzoat dan kalium sorbat) adalah bahan pengawet yang diperbolehkan penggunaannya dalam makanan. Tidak hanya digunakan di Indonesia, tetapi juga oleh negara lain. Bahan pengawet kalium sorbat dan natrium benzoat aman digunakan dalam produk makanan dan minuman. Demikian persetujuan BPOM dan badan-badan otoritas internasional dalam keamanan pangan seperti FDA (Badan Administrasi Pangan dan Obat di Amerika Serikat), EU (Uni Eropa), FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian), WHO (Badan Kesehatan Dunia), serta CODEX (badan standarisasi pangan internasional).

Persetujuan ini telah melalui pengujian ekstensif yang membuktikan bahwa kedua bahan pengawet tersebut aman untuk kesehatan yang diatur dalam Permenkes No.722/Menkes/IX/88. Kedua bahan tersebut telah digunakan secara luas dalam berbagai produk makanan dan minuman di Indonesia maupun di mancanegara, sejak lebih dari 50 tahun lalu.

Natrium Benzoat dikenal juga dengan nama Sodium Benzoat atau Soda Benzoat. Bahan pengawet ini merupakan garam asam Sodium Benzoic, yaitu lemak tidak jenuh ganda yang telah disetujui penggunaannya oleh FDA (Badan Administrasi Pangan dan Obat di Amerika Serikat) dan telah digunakan oleh para produsen makanan dan minuman selama lebih dari 80 tahun untuk menekan pertumbuhan mikro organisme (jamur).

Menurut sebuah studi WHO, Sodium Benzoat adalah bahan pengawet yang digunakan untuk makanan dan minuman serta sangat cocok untuk jus buah maupun minuman ringan. Sodium Benzoat banyak digunakan dalam berbagai produk makanan dan minuman seperti jus buah, kecap, margarin, mentega, minuman ringan, mustard, sambal, saus salad, saus tomat, selai, sirop buah, dan lainnya. Sodium Benzoat secara alami terdapat pada apel, cengkeh, cranberry (sejenis buah berry yang digunakan untuk membuat agar-agar dan saus), kayu manis, prem (yang dikeringkan) dan lain-lain.

International Programme on Chemical Safety tidak menemukan adanya dampak terhadap kesehatan manusia dengan dosis sebesar 647-825 mg/kg berat badan per hari. Degradasi Sodium Benzoat (yang dihasilkan dalam tubuh dari garam sodium) telah dipelajari secara detail dan menunjukkan bahwa bahan-bahan ini tidak berbahaya. Sekitar 75-80% dikeluarkan dalam jangka waktu 6 jam dan seluruh dosis akan dikeluarkan dari dalam tubuh dalam jangka waktu sekitar 10 jam. Batasan yang ditentukan untuk Sodium Benzoat dalam makanan bukan karena sifat racunnya, melainkan karena jumlahnya melebihi 0.1%, bahan ini dapat meninggalkan rasa tertentu di mulut.

Sementara Kalium Sorbat dikenal juga dengan nama Potassium Sorbat. Potassium sorbat adalah garam potassium dari asam sorbic yang digunakan untuk menghentikan bertumbuhnya jamur. Potassium Sorbat banyak digunakan dalam berbagai produk makanan dan minuman seperti air soda, ikan asap, ikan asin, jus buah, keju, kue, margarin, mentega, minuman anggur, minuman ringan, produk buah-buahan yang difermentasi, roti, saos selada, susu, yoghurt, dan lainnya. Potassium Sorbat mempertahankan kualitas makanan dan minuman. (balipost.co.id)

Kamis, 23 Januari 2014

Mengenal Bahan Tambahan Pangan (BTP)

Saat ini banyak sekali jenis pengawet makanan yang digunakan pada produk-produk yang kita konsumsi setiap hari. Bagaimanakan caranya agar kita dapat memilih makanan yang aman dari pengaruh berbahaya bahan pengawet? Pertanyaan itu kadang terlintas pada pikiran kita. Apakah anda sudah mempunyai jawaban atas pertanyaan tersebut?

Sebelum kita mencari jawaban dari pertanyaan diatas, alangkah baiknya kalau kita mengetahui terlebih dahulu secara general mengenai apa itu bahan tambahan pangan, jenis-jenis bahan tambahan pangan, bahan tambahan pangan yang boleh dikonsumsi dan bahan tambahan yang tidak boleh dikonsumsi, terutama yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Let’s check it Out…..

Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau campuran makanan yang ditambahkan kedalam bahan pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. BTP atau Food Additive juga dapat diartikan sebagai bahan yang ditambahkan saat pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu.1
Adapun tujuan dari penambahan BTP secara umum adalah sebagai berikut :
  • Meningkatkan nilai gizi makanan
  • Memperbaiki nilai estetika dan sensori makanan
  • Memperpanjang umur simpan makanan2
Penggolongan BTP yang diijinkan digunakan dalam pangan Menurut Menteri Kesehatan RI No 722/Menkes/Per/IX/88 adalah sebagai berikut :
  • Pewarna
  • Pemanis buatan
  • Pengawet
  • Antioksida
  • Antikempal
  • Penyedap Rasa dan Aroma
  • Pengatur Keasaman
  • Pemutih dan Pematang Tepung
  • Pengemulsi
  • Pengeras
  • Sekuestran
Mari Kita bedah satu persatu setiap golongan bahan pengawet diatas :

Pewarna

Pewarna merupakan bahan tambahan pangan pangan yang berfungsi untuk memberi warna pada bahan pangan. Beberapa pewarna alami yang diijinkan dalam pangan, menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No 772/Menkes/RI/Per/IX/88 diantaranya adalah :
  • Karamel, yaitu pewarna alami berwarna coklat yang dapat digunakan untuk mewarnai jem/jeli (200 mg/kg), acar ketimun dalam botol (300 mg/kg) dan yogurt beraroma (150 mg/kg)
  • Beta-karoten, yaitu pewarna alami berwarna merah orange yang dapat digunakan untuk mewarnai es krim (100 mg/kg), keju (600 mg/kg)
  • Kurkumin, yaitu pewarna alami yang berwarna kuning-orange yang dapat digunakan untuk mewarnai es krim dan sejenisnya (50 mg/kg)
Ada beberapa pewarna terlarang yang tidak boleh digunakan untuk bahan pangan adalah :
  • Metanil Yellow (kuning metanil)
  • Rhodamin B (berwarna merah)
Kedua pewarna ini dilarang digunakan dalam bahan pangan walaupun jumlahnya sedikit, karena dapat menyebabkan kanker.

Pemanis buatan

Zat pemanis buatan adalah zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebut, sedang kalori yang dihasilkan jauh lebih rendah daripada gula.
Pemanis buatan yang sering digunakan dalam bahan pangan adalah siklamat dan sakarin yang mempunyai tingkat kemanisan masing-masing 30-80 dan 300 kali gula alami. Menurut menteri Kesehatan No 722/Menkes/RI/Per/IX/88, sebenarnya siklamat hanya boleh digunakan dalam pangan khusus untuk penderita diabetes yang sedang menjalani diet kalori.

Batas maksimum penggunaan siklamat adalah 300 mg – 3 gram/kg bahan, sedangkan batas maksimum penggunaan sakarin adalah 50-300 mg/kg bahan. Keduanya hanya boleh digunakan untuk pangan rendah kalori, dan dibatasi tingkat konsumsinya sebesar 0.5 mg/kg berat badan perhari.
Karena banyaknya ragam dari pemanis ini, ulasan lebih detail akan kita lakukan dalam artikel tersendiri

Pengawet

Pengawet biasanya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat proses fermentasi, pengasaman atau peruraian dari mikroba.
Pengawet yang diijinkan dalam pangan :
 
No Nama Pengawet Penggunaan dalam Pangan Ukuran Maksimum yang diijinkan
1 Benzoat (dalam bentuk asam, atau garam kalium atau natrium benzoat) Untuk mengawetkan minuman ringan dan kecap 600 gr/kg
Sari buah, saus tomat, saus sambal, manisan, jem dan jelly 1 gr/kg
2 Propionat (dalam bentuk asam, atau garam kalium atau natrium propionat) Keju olahan 3 gr/kg
3 Nitrit dan Nitrat Untuk mengawetkan daging olahan atau yang diawetkan seperti sosis 125 mg nirit/kg atau 500 mg nitrat/kg
4 Sorbat Untuk mengawetkan margarin 1 gr/kg
5 Sulfit Pekatan sari nenas 500 kg/kg

Menurut menteri Kesehatan No 722/Menkes/RI/Per/IX/88 pengawet yang dilarang adalah Formalin dan Boraks. Formalin sebenarnya merupakan pengawet yang digunakan untuk mengawetkan mayat dan organ tubuh yang berbahaya bagi kesehatan manusia.

Penyedap Rasa

Salah satu penyedap rasa yang sangat terkenal luas di Indonesia adalah vetsin atau bumbu masak, yang terdapat dengan berbagai merk dipasaran. Penyedap rasa tersebut mengandung senyawa yang disebut Monosodium Glutamat (MSG). Dalam peraturan menteri Kesehatan No 722/Menkes/RI/Per/IX/88 penggunaan MSG dibatasi secukupnya, artinya tidak boleh berlebih.

Pengemulsi, Pemantap dan Pengental

Fungsi dari pengemulsi, pemantap dan pengental adalah untuk memantapkan emulsi dari lemak dan air sehingga produk tetap stabil, tidak meleleh, tidak terpisah antara bagian lemak dan air, serta memiliki tekstur yang kompak.

No Nama Pengemulsi, Pemantap, dan Pengental Penggunaan Dalam Pangan Ukuran Maksimum yang diijinkan
1 Agar Sardine dan sejenisnya 2 gram/kg
Es krim, es puter dan sejenisnya 10 gram/kg
Keju 8 gram/kg
Yogurt 5 gram/kg
2 Dekstrin Es Krim 30gr/kg
Keju 10gr/kg
Kaldu secukupnya
3 Gelatin Keju 10 gr/kg
Yogurt 5 gr/kg
4 Gom Es Krim 10 gr/kg
Keju 8 gr/kg
Saus Selada 7.5 gr/kg
Yogurt 5 gr/kg
5 Karagen Sardine 20 gr/kg
Es Krim 10 gr/kg
Yogurt 5 gr/kg
6 Lecitin Minuman hasil olahan susu, roti, dan margarine Secukupnya
7 Karboksimetil selulosa (CMC) Sardine 20 gr/kg
Es Krim 10 gr/kg
Keju 5 gr/kg
8 Pektin Es Krim 30 gr/kg
Yogurt dan sayuran kaleng yang mengandung mentega 10 gr/kg

Antioksidan

Antioksidan merupakan BTP yang digunakan untuk mencegah terjadinya ketengikan pada pangan akibat terjadinya proses oksidasi lemak atau minyak yang terdapat dalam bahan pangan.

Bahan Antioksidan yang Diijinkan Dalam Pangan
No Nama Antioksidan Penggunaan Dalam Pangan Ukuran Maksimum yang diijinkan
1 Askorbat Kaldu 1 gr/kg
Daging Olahan, Jam, Jelly 500 mg/kg
Ikan Beku 400 mg/kg
2 Butil Hidroksianisol (BHA) Lemak dan minyak makan serta mentega 200 mg/kg
Margarin 100 mg/kg
3 Butil Hidroksitoluen Ikan Beku 1 gr
Minyak, Mentega, Margarine 200 mg/kg
4 Propil Galat Lemak, minyak makan, margarine, dan mentega 100  mg/kg
5 Tokoferol Pangan Bayi 300 mg/kg


Pengatur Keasaman

Pengatur keasaman yang diijinkan menurut menteri Kesehatan No 722/Menkes/RI/Per/IX/88 adalah sebagai berikut :

No Nama Pengatur Keasaman Penggunaan Dalam Pangan Ukuran Maksimum Yang Diijinkan
1 Aluminium, ammonium/kalium/natrium Soda kue Secukupnya
2 Asam Laktat Pangan Pelengkap Serelia 15 gr/kg
Pangan Bayi Kaleng 2 gr/kg
3 Asam Sitrat Coklat dan coklat bubuk 5 gr/kg
4 Kalium dan Natrium Bikarbonat Mentega 2 gr/kg
Jam/Jelly, Soda Kue, dan Pangan Bayi Secukupnya


Antikempal atau antikerak

Bahan anti kerak dan antikempal yang diijinkan adalah :

No Nama Bahan Antikempal Penggunaan Dalam Pangan Ukuran Maksimum Yang Diijinkan
1 Alumunium Siklat susu dan Krim Bubuk 1 gr/kg
2 Kalsium Alumunium Silikat Serbuk Garam dengan Rempah dan Merica 20 gr/kg
Gula Bubuk 15 gr/kg
Garam Meja 10 gr/kg
3 Magnesium Karbonat Sama seperti Kalsium Silikat
4 Magnesium Oksida dan Magnesium Silikat Sama seperti Alumunium Silikat


Pemutih, pemucat atau pematang tepung

Pemutih, pemucat atau pematang tepung yang diijinkan menurut menteri Kesehatan No 722/Menkes/RI/Per/IX/88 adalah sebagai berikut :

No Nama Penggunaan Dalam Pangan Ukuran Maksimum Yang Diijinkan
1 Asam Askorbat Tepung 200 mg/kg
2 Natrium Steroi-2-laktat Adonan kue 5 mg/kg
Roti dan sejenisnya 3.75 gr/kg tepung
Wafer dan tepung campuran 3 gr/kg bahan kering

Pengeras

No Nama Bahan Pengeras Penggunaan Dalam Pangan Ukuran Maksimum Yang Diijinkan
1 Kalsium Glukonat Untuk mengeraskan buah-buahan dan sayuran dalam kaleng 800 mg/kg
Jam dan Jelly 250 mg/kg
2 Kalsium Klorida Sama dengan Kalsium Glukonat
3 Kalsium Sulfat Apel dan Sayuran kaleng 260 mg/kg


Sekuestran

Sekuestran adalah bahan yang dapat mengikat ion logam pada pangan sehingga memantapkan warna dan tekstur pangan atau mencegah perubahan warna pangan. Beberapa sekuesteran yang diijinkan untukpangan dapat dilihat dibawah ini :

No Nama Bahan Sekuestran Penggunaan Dalam Pangan Ukuran Maksimum Yang Diijinkan
1 Asam Fosfat Produk Kepiting Kalengan 5 gr/kg
Lemak dan Minyak Makan 100 mg/kg
2 Isopropil Sitrat Lemak dan Minyak Makan, serta Margarine 100 mg/kg
3 Etilen Diamin Tetra (EDTA) Udang Kaleng 150 mg/kg
Jamur Kaleng 200 mg/kg
4 Monokalium Fosfat Kentang Goreng Beku 100 mg/kg


Keputusan Menteri Kesehatan RI No 23/Menkes/SKI/78 tentang Pedoman Cara Produksi Yang Baik Untuk Pangan. Dalam peraturan ini disebutkan antara lain sebagai berikut :

  • BTP yang digunakan untuk memproduksi pangan tidak boleh merugikan atau membahayakan kesehatan dan harus memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan
  • BTP yang standar mutu atau persyaratannya belum ditetapkan oleh Menteri yang digunakan dengan izin khusus Menteri.
  • Terhadap BTP yang disebut dalam nomor 1 sebelum digunakan harus dilakukan pemeriksaan secara organoleptik, fisika, kimia, mikrobiologi dan atau biologi
So kita sudah tahu sekarang Bahan Tambahan Pangan yang diijinkan dan Bahan Tambahan Pangan yang membahayakan, semoga kita lebih berhati-hati dalam pemilihan bahan makanan yang akan kita konsumsi. Waspadai bahaya penggunaan bahan tambahan makanan yang tidak tepat.


Foot Note :
1 Kuswara, Sutrisno. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Bogor. Ebookpangan
2Saparinto, Cahyo. 2006. Bahan Tambahan Pangan.Yogyakarta. Kanisius

SUMBER: heavenlyblush.com/

Formalin (Formaldehyde) dan Detail Bahayanya

Berbicara masalah formalin berarti berbicara tentang formaldehid sebagai senyawa kimia yang paling berperan terhadap fungsi formalin sebagai bahan pengawet spesimen biota. Formaldehid terkandung dalam kisaran jumlah 30-40 persen dalam larutan formalin. Tulisan berikut akan mencoba mengulas berbagai riset tentang formaldehid yang telah dilakukan untuk mendapatkan informasi yang benar seperti apa dampak formaldehid sebenarnya jika terasup ke dalam tubuh dari berbagai informasi riset.

Apa sih formaldehid?

Formaldehid (HCHO) sebenarnya merupakan gas yang tidak berwarna yang merupakan senyawa kimia golongan aldehid yang paling sederhana.. Formaldehid dapat terbentuk secara alami setelah fase post mortem pada ikan, udang dan kerang laut dari reduksi enzimatik trimetilamin oksida menjadi formaldehid dan dimetilamin (Satelo et al., 1995). Dalam air formaldehid dihidrasi dan ditemukan dalam bentukan metilen glikol dan oligomernya. Dia sangat reaktif, mudah teroksidasi (yang berarti juga reduktor kuat) menjadi asam format dan lebih lanjut akan teroksidasi menjadi karbon dioksida dan air. Dikarenakan tingkat bahaya formaldehid, (IARC International Agency for Research on Cancer) mengklasifikasikan formaldehid sebagai senyawa dengan tingkat karsinogen tinggi (golongan 1) pada manusia.

Dari banyak riset yang telah dilaporkan, formaldehid diketahui sangat reaktif terhadap makromolekul biologis. Reaktifitas formaldehid dikarenakan formaldehid dapat berikatan silang secara intra- dan inter-molekuler dengan asam nukleus melalui absorpsi di gugus yang bersentuhan atau kontak (Swenberg et al., 1983), dia juga termetabolisme dengan cepat dengan banyak enzim-enzim sel yang didistribusikan, dan yang paling berperan dalam proses ini  adalah NAD+ (tergantung formaldehid dehidrogenasenya). Metabolisme oleh formaldehid dehidrogenase juga dapat memungkinkan terbentuknya konjugat formaldehid-glutathion. Hasil metabolisme lain seperti N,N’-bis(hidroksimetil)urea dan juga N-(hidroksimetil)urea dapat ditemukan pada tikus (Mashford & Jones, 1982). Formaldehid dehidrogenase sendiri dapat ditemukan pada liver dan sel-sel darah merah manusia dan pada beberapa jaringan (seperti saluran pernafasan dan kebanyakan epitel, ginjal dan otak) pada tikus.

Informasi riset mengenai formaldehid

Banyak penelitian telah dilakukan guna melihat seberapa besar potensi bahaya pemakaian formaldehid pada bahan makanan. Penelitian dilakukan untuk melihat efek yang ditimbulkan jangka pendek, menengah atau jangka panjang dari sisi toksisitas, mutagenisitas ataupun karsiogenitas yang diakibatkan karena mengkonsumsi formaldehid. Berikut ini beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk menguji pengaruh pemberian formaldehid pada beberapa hewan uji atau manusia.

Til et al. (1988) melaporkan terjadinya penurunan konsumsi makanan dan minuman dan perubahan histopatologi pada lambung (seperti focal hyperkeratosis pada forestomach, papillomatous hyperplasia sedang) pada dosis pemberian formaldehid 125 mg/kg BBPH (berat badan per hari) selama 4 minggu pada tikus Wistar. 10% hewan uji juga menunjukkan penurunan total protein dan albumin pada level konsumsi 25 mg/kg BBPH. Pada 2 tahun pengamatan Til et al. (1989) melaporkan terjadinya penurunan konsumsi makanan dan minuman, penurunan berat badan, perubahan patologi pada lambung (yang dikarakterisasi dengan terjadinya penipisan dinding mukosa), peningkatan berat ginjal relatif (pada tikus perempuan), dan juga peningkatan kasus renal papillary necrosis pada tikus Wistar untuk dosis pemberian formaldehid 109 mg/kg BBPH.

Johannsen et al. (1986) melaporkan adanya efek penurunan berat badan akibat perlakuan pemberian formaldehid pada dosis 100 mg/kg untuk anjing dan dosis 150 dan 100 mg/kg BBPH untuk tikus perempuan dan laki-laki pada hari ke 91 pengamatan.

Efek pengikisan lambung, luka lambung, hiperplasia pada sel squamous dan hiperplasia pada sel basal ditemukan pada pengamatan bulan ke-12 tikus Wistar yang diberikan konsumsi formaldehid pada dosis 300 mg/kg BBPH. Hanya satu tikus dari kelompok yang diberi perlakuan (laki-laki dan perempuan) yang menunjukan efek hiperkeratosis pada dosis 50 mg/kg BBPH  (Tobe et al., 1989).

Pada penelitian karsinogenitas, Soffritti et al. (1989) melaporkan bahwa ada peningkatan tumor dari sistem haematopoietik pada tikus sprague-dawley yang diberikan air minum yang mengandung formaldehid pada konsentrasi antara 0,1,5,10,50,100,150 mg/kg berat badan per hari selama 2 tahun pengamatan. Dilaporkan bahwa dosis formaldehid yang diberikan  berhubungan dengan kecenderungan terjadinya kasus leukimia. Prosentase kemungkinan terjadinya leukimia pada tikus laki-laki dan perempuan (semua haemolympho-reticular neoplasias, seperti leukimia limphoblastik, dan limposarkomas, immunoblastik limposarkomas, dan leukimia lain) meningkat dari 4% dan 3% pada kontrol menjadi 22% dan 14% pada hewan yang mendapatkan air minum yang mengandung 150 mg/kg berat badan. Overman (1985) juga melaporkan adanya indikasi formaldehid menginduksi aktifitas orinithine dekarboksilase (sebagai indikasi aktifitas suporting tumor) pada tikus yang diberikan single oral formaldehid pada dosis 100 mg/kg BBPH.

Secara umum dari banyak penelitian yang telah dilakukan semua mengindikasikan  bahwa formaldehid merupakan genotoksik pada sel bakteri dan mamalia in vitro (IARC, 1995). Formaldehid menginduksi mutasi pada Salmonella typhimurium dan pada Escherichia coli, dengan hasil positif ditemukan baik dengan atau tanpa keberadaan sistem aktivasi metabolik dan dia juga menunjukkan fungsi genotoksik pada Drosaphila melanogaster. Formaldehid meningkatkan frekwensi penyimpangan kromatid/kromosom, pertukaran kromatid yang serumpun, dan mutasi gen pada banyak tipe sel rodent dan manusia. Formaldehid terikat cepat dengan protein, RNA dan single stranded-DNA untuk menginduksi ikatan silang DNA-protein dan memecahnya menjadi single stranded-DNA sehingga beberapa pendapat menyimpulkan bahwa konsumsi formaldehid dapat meningkatkan kerusakan DNA (pemecahan dobel helik-nya) pada sel fibroblast manusia dan sel ephitel trachea dan meningkatkan sintesis DNA yang tidak diskedulkan pada sel nasoturbinat dan maksilloturbinat (Ma & Haris, 1988; Overman, 1985), dan meningkatkan jumlah anomali mikronukleus dan nukleus pada sel epitel tikus (Migliore et al., 1989).

Dikarenakan formaldehid akan termetabolisme dengan cepat, kebanyakan formaldehid akan tereliminasi pada udara buangan pernafasan (sebagai karbon dioksida) tidak lama setelah terpapar. Ekskresi format pada urin merupakan jalur yang paling umum eliminasi formaldehid (Johansson & Tjalve, 1978; Heck et al., 1983; Billing et al., 1984; Keefer et al., 1987; Upreti et al., 1987; Bhatt et al., 1988).

Akan tetapi efek reaktifitas formaldehid pada makromolekul yang bersentuhan pertama kali dan ditambah dengan efek toksisitas, karsinogenitas dan mutagenisitas yang dimilikinya dapat menyebabkan formaldehid dapat langsung memberikan dampak pada tataran sel yang bersentuhan dengannya. Efek ini mungkin tidak memberikan indikasi langsung dan cepat pada kondisi makro kesehatan manusia, tapi efek ini memungkinkan terjadinya dampak “akumulasi efek” bahkan dimungkinkan mutasi genetikan dapat terjadi dan terakumulasi seiring konsumsi formaldehid yang terjadi. Anomali yang terjadi mungkin tidak berefek pada manusia yang mengkonsumsinya sekarang tapi ada kemungkinan kerusakan genetika yang ditimbulkan akan berlanjut pada generasi sesudahnya dengan berbagai macam dampak yang mungkin terjadi nantinya, walaupun hal ini perlu untuk dilakukan pengkajian lebih lanjut untuk kejelasannya.

Kesimpulan. 

Dari informasi seperti tersebut di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

  1. Formaldehid berbahaya jika terasup kedalam tubuh (baik terhirup atau tertelan), walaupun konsentrasi akut bahaya formaldehid hanya pada konsentrasi tinggi tapi realitas bahwa formaldehid sangat reaktif dan mempunyai banyak efek toksisitas, karsinogenitas dan mutagenisitas yang diakibatkannya tidak dapat diabaikan begitu saja,
  2. Formaldehid yang termetabolisme dengan cepat menjadikan formaldehid memang tidak akan terakumulasi didalam tubuh dan baru memberikan dampak negatif bagi kesehatan. Akantetapi karena efek reaktifitas dan bahaya reaktif yang ditimbulkan menyebabkan mungkin timbulnya “akumulasi efek” yang membahayakan baik efek toksisitas, karsinogenitas atau mutagenisitas, mungkin efek ini tidak sontak terjadi pada masa hidup orang yang mengkonsumsinya, tapi bisa jadi efeknya akan baru tampak pada generasi sesudahnya,
  3. Dari penggolongan IARC yang memasukkan formaldehid pada golongan 1 karsinogen terhadap manusia dan banyak efek seperti telah dipaparkan sebelumnya maka memang sebaiknya “tidak diperbolehkan” formaldehid (formalin) dijadikan bahan aditif pada makanan.

*) Penulis (RUDI RIYANTO) adalah Peneliti Keamanan Pangan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan

Konsultasi Bahan Pengawet Pangan

Penggunaan bahan pengawet maupun bahan aditif lainnya sudah diatur oleh pemerintah dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.38 Tahun 2013 Tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Antioksidan. Ada jenis bahan pengawet yang oleh pemerintah diizinkan untuk digunakan karena dianggap aman. Ada juga bahan pengawet yang meskipun dikatakan aman, tetapi penggunaannya diatur sesuai dengan jumlah yang diperbolehkan (Acceptable daily intake), seperti natrium benzoat, kalium sorbat, dll. Maksudnya, ada angka maksimum dalam penggunaannya. Juga ada bahan pengawet yang tergolong dilarang digunakan untuk makanan, seperti formalin dan boraks.

Undang-undang No.07 tahun 1996 dan PP No. 28/2004 secara tegas sebenarnya telah mengancam pelaku-pelaku usaha yang dengan sengaja menggunakan bahan yang dilarang dalam makanan dengan ancaman hukuman penjara 5 tahun dan denda 600 juta rupiah.


Untuk para pengusaha atau yang akan mendirikan usaha pengolahan makanan dan ingin mengetahui jenis bahan pengawet (bahan tambahan makanan / BTM) yang sebaiknya digunakan atau informasi batas maksimum penggunaannya pada produk makanan, Bapak/Ibu dapat menghubungi

RUDI RIYANTO, MSc.
Phone (HP): 081318692556 atau 085310135381
Email: r.riyanto76@gmail.com, rudi_riyanto@kkp.go.id

atau menghubungi saya di

RUDI RIYANTO, MSc.
KANTOR PERIKANAN PENGOLAHAN PRODUK PERIKANAN
Jl. KS Tubun Petamburan 6 (Depan Hotel Santika)
Jakarta Pusat

Download Gratis:
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.38 Tahun 2013 Tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Antioksidan

Sumber artikel: http://kangkungonline.blogspot.com/